BATIK CIPRAT KARYA DIFABEL PATI MANDIRI YANG UNIK

Batik Ciprat
Batik Ciprat / IG @difabelpatimandiri


Sudah bukan rahasia jika batik adalah salah satu ikon Indonesia. Batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi telah dikukuhkan UNESCO pada 2 Oktober 2009, oleh sebab itu setiap tangal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional. 

Indonesia memiliki banyak sekali macam jenis batik yang didasarkan pada daerah penghasil batik serta pesan-pesan luhur yang hendak disampaikan melalui goresan malam yang dituangkan di atas kain mori, salah satunya adalah Batik Ciprat. 

Beberapa daerah di pulau Jawa menggunakan metode pembuatan Batik Ciprat sebagai media pemberdayaan terhadap orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus atau penyandang disabilitas. Dengan mengerahkan kreativitas dan kemauan untuk belajar, mereka bisa menghasilkan karya yang menarik dan menghasilkan rupiah. Karya penyandang disabilitas di Pati ini pernah meraih juara 3 dalam ajang Pati Innovation Award 2021 untuk kategori umum. 

Ketua PPDI Pati Suratno mengatakan, ia dan rekan-rekannya mulai belajar membatik pada 2019 lalu. Asal mula, mereka hanya belajar membatik tulis, kemudian dilanjut dengan menggambar motif dengan mencanting.

Suratno menjelaskan, pihaknya memulai pembuatan batik ciprat pada 2020. Pertimbangannya, batik tulis sudah banyak produsennya di Pati. Ia dan rekan-rekan penyandang disabilitas ingin menghasilkan sesuatu yang unik. 

Suratno menyebut, ada delapan orang anggota PPDI yang rutin membatik. Semuanya penyandang disabilitas tunadaksa.

“Kelebihan kami ialah tidak pakai kuas untuk menciprat. Kami pakai sabut kelapa dan akar alang-alang yang diikat,” ungkap dia.

Keunikan Batik Ciprat Karya Penyandang Disabilitas Pati - Halaman all -  Tribun Jateng

Proses pembuatan batik ciprat dimulai dengan membentangkan kain dengan rangka bambu. Kemudian malam atau lilin yang sudah dipanaskan di kompor diciprat-cipratkan menggunakan sabut kelapa dan akar alang-alang ke kain tersebut.

Setelah diciprat, kain didiamkan 15 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan atau blok warna menggunakan spons. dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya dilorot (melunturkan lilin menggunakan air panas), dijemur, seterika, dan jadi.

Dalam satu hari, Suratno dan rekan-rekannya bisa menghasilkan 5 sampai 10 lembar batik ciprat satu warna. Selain itu mereka juga membuat batik ciprat dua warna. Namun produksinya lebih lama, yakni 10 lembar untuk waktu pembuatan 20 hari.

“Batik ciprat dua warna memang lebih lama karena dua kali proses. Kami juga buat kombinasi batik ciprat dan tulis. Itu lebih sulit dan lebih lama lagi karena kami harus mencanting dulu sebelum menciprat. Satu lembar kain bisa memakan waktu empat hari,” kata dia.

Batik ciprat produksi PPDI Pati dilabeli “Difabel Pati Mandiri”. Harga jualnya Rp 150 ribu per potong untuk jenis satu warna. Adapun jenis dua warna Rp 15 ribu per potong. Sedangkan untuk jenis kombinasi ciprat dan tulis dibanderol Rp 250 ribu per potong, dan penjualannya sudah terjual sampai ke pembeli di Palembang, Jakarta, dan sejumlah daerah di Kalimantan.

Tak hanya kain lembaran, PPDI Pati juga memproduksi batik ciprat dalam bentuk sarung, baju, dan masker. Katalog batik dan informasi terkait pembelian bisa diakses di Instagram @difabelpatimandiri.

 

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Keunikan Batik Ciprat Karya Penyandang Disabilitas Pati.

 

 

Baca Juga :

LOKASI