MAKAM SUNAN PANDANARAN DAN SEJARAH SUNAN BAYAT

Makam Sunan Pandanaran
Makam Sunan Pandanaran / Istimewa


Makam Sunan Pandanaran yang berada di Desa Paseban, Kecamatan Bayat merupakan salah satu tempat wisata religi yang terdapat di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.

Makam Sunan Pandanaran cukup terkenal di kalangan para peziarah karena merupakan salah satu wali penyebar agama Islam di daerah tembayat pada zaman Kerajaan Demak dan juga merupakan murid Sunan Kalijaga.

Kompleks Makam Sunan Pandanaran berlokasi di sebuah bukit dengan di bagian dasar terdapat makam umum sampai anak tangga lalu kompleks makam utama berlokasi di puncak bukit.

Terdapat 2 buah gentong yang memiliki ukiran naga oleh karena itu disebut Gentong Sinogo di dekat gapura .Didekat Gentong Sinogo telah disediakan gelas bagi siapa saya yang ingin meminum air yang ada pada Gentong Sinogo.

Sunan Bayat yang mempunyai nama lain: Susuhunan Tembayat, Pangeran Mangkubumi, Wahyu Widayat atau Sunan Pandanaran (II) merupakan tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang disebut di sejumlah babad dan cerita lisan.

Sunan Bayat memiliki kaitan dengan sejarah atau asal usul Kota Semarang dan penyebaran agama Islam di Jawa, walaupun tidak termasuk dalam Wali Sanga.

Makamnya berlokasi di perbukitan “Gunung Jabalkat” di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, dan sampai sekarang masih ramai diziarahi atau dikunjungi. Sunan Bayat dianggap hidup di masa Kesultanan Demak pada abad ke-16.

Terdapat sekitar empat versi tentang asal-usul, tetapi semua sepakat bahwa Sunan Bayat adalah putra dari Ki Ageng Pandan Arang yaitu bupati pertama Semarang. Sepeninggal Ki Ageng Pandan Arang, putranya yaitu Pangeran Mangkubumi, menggantikan ayahnya sebagai bupati Semarang yang kedua.

Alkisah, Pangeran Mangkubumi menjalankan amanah dengan memerintah dengan baik dan selalu patuh pada ajaran – ajaran Islam seperti ayahnya. Namun waktu berganti waktu terjadilah perubahan. Pangeran Mangkubumi yang dahulunya sangat baik lama-kelamaan menjadi semakin pudar. Amanah pemerintahan sering dilalaikan, begitu juga amanah merawat pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah.

Sultan Demak Bintara yang telah mengetahui hal itu kemudian mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu, Demak, untuk segera menyadarkannya. Terdapat beberapa variasi cerita tentang Sunan Kalijaga yang menyadarkan sang bupati. Namun, akhirnya, sang bupati telah menyadari kelalaiannya, lalu memutuskan untuk mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan dan pemerintahan Semarang kepada adiknya.

Pangeran Mangkubumi kemudian pindah ke selatan, didampingi oleh isterinya, melalui kawasan yang sekarang diberi nama Mojosongo, Boyolali, Salatiga, Sela Gringging dan Wedi, menurut salah satu babad. Konon cerita Pangeran Mangkubumi yang menamakan tempat-tempat tersebut.

Pangeran Mangkubumi lalu tinggal di Tembayat, yang saat ini bernama Bayat, Klaten, dan menyiarkan agama Islam di sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya. Pangeran Mangkubumi mampu meyakinkan mereka agar memeluk agama Islam. Oleh sebab itu Pangeran Mangkubumi disebut sebagai Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.

Baca Juga :

LOKASI