Candi Prambanan, atau dikenal juga sebagai Candi Rara Jonggrang, adalah kompleks percandian Hindu yang didedikasikan untuk Trimurti: Siwa (Dewa Pelebur), Brahma (Dewa Pencipta), dan Wisnu (Dewa Pemelihara). Pembangunannya diperkirakan dimulai pada abad ke-9 Masehi, pada masa Kerajaan Mataram Kuno (Dinasti Sanjaya), sebagai tandingan kemegahan Candi Borobudur yang bercorak Buddha. Struktur ini merupakan manifestasi dari kejayaan Hindu di Jawa pada masa itu dan diyakini dibangun oleh Raja Rakai Pikatan (untuk mengukuhkan kembali kekuasaan Dinasti Sanjaya) atau Raja Balitung Maha Sambu. Pembangunannya bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai simbol kekuasaan politik dan spiritual yang menandai era keemasan peradaban Jawa kuno.
Kompleks Prambanan memiliki tata letak mandala yang sangat terstruktur, dengan candi-candi utama berdiri di pelataran pusat. Tiga candi tertinggi dan terbesar disebut Candi Trimurti, didedikasikan kepada ketiga dewa utama. Candi Siwa(Candi utama) menjulang setinggi 47 meter dan berada di tengah, melambangkan konsep kekuatan tertinggi. Candi Brahma dan Wisnu mengapitnya, masing-masing menghadap ke timur. Di depan ketiga candi ini terdapat tiga candi kecil yang didedikasikan untuk kendaraan (Wahana) para dewa: Nandi (lembu suci untuk Siwa), Angsa (untuk Brahma), dan Garuda (untuk Wisnu). Seluruh arsitektur ini mencerminkan struktur kosmologi Hindu yang kompleks, menggambarkan gunung Mahameru sebagai pusat semesta.
Salah satu daya tarik historis Prambanan adalah panel-panel relief yang menghiasi dinding pagar langkan Candi Siwa dan Candi Brahma. Relief-relief ini menceritakan secara kronologis Epos Ramayana, kisah kepahlawanan Rama dalam menyelamatkan istrinya, Sita, dari cengkeraman Rahwana. Urutan pembacaan relief dimulai dari sisi timur dan berlanjut searah jarum jam (Pradaksina). Detail pahatan pada batu menunjukkan tingkat keahlian seni pahat yang luar biasa pada zaman dahulu. Relief ini tidak hanya bernilai estetika tinggi, tetapi juga berfungsi sebagai media pengajaran moral dan spiritual bagi masyarakat Mataram Kuno, mengisahkan pertarungan antara kebaikan dan kejahatan.
Selain sejarah resmi, kemegahan Prambanan tak lepas dari Legenda Roro Jonggrang yang populer. Kisah rakyat ini menceritakan tentang Pangeran Bandung Bondowoso yang ditantang Roro Jonggrang untuk membangun seribu candi dalam satu malam sebagai syarat pernikahan. Roro Jonggrang berhasil menggagalkan usaha Bandung Bondowoso dengan bantuan ayam yang berkokok palsu, hingga akhirnya sang pangeran mengutuk Roro Jonggrang menjadi candi terakhir (candi ke-1000). Terlepas dari kebenarannya, kisah ini menambah aura mistis dan romansa pada kompleks candi. Namun, pada abad ke-10, aktivitas vulkanik (kemungkinan letusan Gunung Merapi) dan perpindahan pusat kekuasaan ke Jawa Timur menyebabkan Prambanan ditinggalkan dan mulai runtuh, tertimbun debu dan waktu selama berabad-abad.
Candi Prambanan baru ditemukan kembali pada abad ke-17 oleh peneliti Barat dan mulai direstorasi secara serius pada awal abad ke-20 oleh pemerintah kolonial Belanda. Proses restorasi ini sangat rumit karena banyaknya batu yang hilang dan bercampur. Berkat usaha konservasi yang berkelanjutan, Prambanan kembali berdiri tegak dan pada tahun 1991, UNESCO menetapkan kompleks ini sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site). Pengakuan ini menegaskan pentingnya Prambanan sebagai monumen bersejarah, arsitektur, dan spiritual yang tak ternilai harganya bagi peradaban dunia. Mengunjungi Prambanan hari ini adalah perjalanan nyata melintasi waktu, menyaksikan warisan budaya yang bertahan dari ancaman alam dan zaman.
Baca Juga :