Kota Salatiga, Jawa Tengah, diusulkan menjadi nominasi Creative City of Gastronomy ke UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Kepastian tersebut diperoleh melalui surat Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada tanggal 21 Juni 2021.
Menurut Wali Kota Salatiga Yuliyanto, gastronomi mempunyai dimensi yang lebih luas dari sekadar kuliner, yang perjalanannya perlu dipahami dari dimensi histori, sosial budaya, ekonomi maupun dimensi lainnya.
"Sebagai miniatur Indonesia, Salatiga menjadi tempat berbaurnya berbagai etnis dan suku dengan keragaman kuliner dengan cita-rasa uniknya. Kenyataan ini memberikan kesempatan untuk menghasilkan akulturasi bermakna yang menjadi keunikan kota Salatiga, salah satunya beragam kekayaan kuliner," jelasnya dalam keterangan tertulis, Senin (28/6/2021).
Dia juga menyampaikan, Salatiga merupakan salah satu kota tertua di Indonesia, dengan sejarah panjang kekayaan warisan budaya, salah satunya adalah ragam kuliner. "Warisan budaya ini merupakan aset penting untuk mengomunikasikan bahwa proses kreatif di Kota Salatiga sudah berjalan sejak lama," imbuhnya.
Kota Terindah di Jawa Tengah
Lebih lanjut, Salatiga terletak di pusat tiga kota penting di Jawa Tengah, yakni Semarang, Surakarta dan Yogyakarta.
"Kota ini dulunya menjadi tempat favorit bagi orang-orang kulit putih di Hindia Belanda untuk hidup, Salatiga sebelumnya ditetapkan sebagai kota jabatan melalui keputusan pemerintah Hindia Belanda dalam lembaran negara bernomor 266 pada tahun 1917," jelasnya.
Kota ini bahkan mendapat julukan Salatiga Dea Schoonnste Staad Van Midden Java atau Salatiga kota terindah di Jawa Tengah. Sejak tahun 1813, setiap sudut kota Salatiga menawarkan kuliner tradisional yang membuat pengunjung merasakan nuansa nostalgia masa lalu.
Akulturasi dan toleransi di Salatiga Di samping perjalanan sejarahnya, gastronomi Salatiga telah berkembang sedemikian kreatif. Proses tersebut dipengaruhi oleh fakta bahwa Salatiga adalah tempat berbaurnya dari 196.082 orang multietnis. Populasi multietnis ini mempromosikan keragaman gastronomi.
"Resep-resep ini diturunkan dari generasi ke generasi, berkembang menjadi culinary fantastis yang hanya ditemukan di Salatiga," kata Yuliyanto.
Berangkat dari kekayaan budaya tersebut, Kota Salatiga mengajukan diri untuk menjadi Kota Gastronomi Histori dalam Jaringan Kota Kreatif Unesco (UNESCO Creative Cities Network/UCCN).
"Upaya ini tidak mudah, mengingat harus melewati tahapan seleksi di tingkat nasional yang dilakukan oleh Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU). Setiap tahunnya setiap negara diberikan kesempatan untuk mengajukan hanya dua kota untuk masuk dalam UCCN," terang Yuliyanto.
Dalam bidang sosial dan budaya, akulturasi terus berlangsung dan menjadi pendorong penduduk Salatiga untuk semakin menghargai keberagaman dan toleran.
"Tidak mengherankan apabila Salatiga menyandang Predikat Kota Paling Toleran se-Indonesia, Kota Ramah Anak, Kota Ramah HAM maupun predikat dan penghargaan lainnya," imbuh Yuliyanto.
Selain itu, akulturasi juga dinilai sebagai modal untuk meningkatkan kerja sama untuk keberlangsungan proses kreatif.
"Akulturasi ini merupakan modal sosial yang kuat untuk meningkatkan semangat bekerjasama, sehingga pada gilirannya proses kreatif ini akan terus berlangsung, salah satunya dalam bidang gastronomi ini," ujarnya.
Dukungan untuk Salatiga juga ditunjukkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, salah satunya dari unggahan akun Instagramnya.
Sandiaga menulis, Salatiga memenuhi kriteria untuk masuk ke UCCN. Di antaranya adalah terdapat lebih dari 6.000 UKM kuliner dan tiga pusat studi gastronomi, yakni Pusat Studi Tempe, Pusat Dinamika Usaha Mikro & Kecil (CEMDES), dan Program Studi Teknologi Pangan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bermodal Sejarah Kuliner dan Akulturasi, Salatiga Menuju Kota Kreatif Gastronomi UNESCO"
Baca Juga :