SATE KERE: WARISAN KULINER DAN SIMBOL PERJUANGAN RAKYAT SOLO

Sate Kere Solo
Sate Kere Solo / Masak Apa Hari Ini?


Sate Kere bukan hanya sekadar kuliner tradisional dari Kota Solo, tetapi juga mencerminkan kondisi masyarakat pada zaman dahulu. Nama Sate Kere merujuk pada kata “kere” dalam bahasa Jawa, yang berarti miskin atau tak punya uang. Nama ini tidak diberikan tanpa alasan, karena sate ini lahir dari kreativitas masyarakat pribumi Solo yang memanfaatkan bahan-bahan makanan sisa, terutama jeroan sapi dan ampas tahu atau tempe gembus, yang dulu dianggap sebagai "limbah makanan."

7 Rekomendasi Sate Kere Enak di Yogyakarta, Murah dan Bikin Nagih!

Sate Kere / IDN Times

Sejarah dan Asal-Usul Sate Kere

Pada masa penjajahan Belanda, hanya kaum kolonial yang bisa menikmati kemewahan daging sapi. Bagi pribumi, daging merupakan barang mewah yang sulit dijangkau. Namun, bukannya menyerah pada keadaan, warga Solo memanfaatkan bagian sapi yang dianggap tidak berharga oleh penjajah, yakni jeroan, serta ampas tahu sebagai alternatif protein. Dengan begitu, terciptalah Sate Kere, yang dibakar di atas bara seperti sate pada umumnya, namun dengan bahan-bahan sederhana yang menggambarkan keterbatasan ekonomi rakyat saat itu.

Penggunaan bahan sisa seperti jeroan sapi dan tempe gembus pada awalnya disebabkan oleh harga daging yang sangat mahal. Namun, daripada terbuang sia-sia, masyarakat mengolahnya menjadi sate yang tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga lezat. Kreativitas dalam mengolah "limbah" makanan ini sekaligus menjadi simbol perlawanan kelas bawah terhadap penjajahan Belanda, yang saat itu mendominasi perekonomian dan akses terhadap sumber daya.

Sate Kere Rendah Kolesterol, Disukai Semua Kalangan - Jawa Pos

Sate Kere / Jawa Pos

Sate Kere di Masa Kini

Seiring berjalannya waktu, Sate Kere yang dulunya dipandang sebelah mata kini telah berubah menjadi salah satu ikon kuliner Solo. Bahkan, di beberapa restoran kelas atas, Sate Kere kini menjadi menu andalan yang dihidangkan dengan cara lebih modern, namun tetap mempertahankan esensi tradisionalnya. Jeroan dan tempe gembus yang dahulu dianggap bahan makanan murah kini memiliki nilai tersendiri karena keberadaannya yang semakin sulit ditemukan dan justru menjadi incaran para pecinta kuliner tradisional.

Tidak hanya di restoran, Sate Kere juga bisa dinikmati di warung-warung kaki lima. Biasanya, pedagang menghidangkan sate ini di atas piring beralas kertas nasi coklat atau Laminated Wrapping Kraft (LWK) yang telah memenuhi standar food grade, agar aman bersentuhan dengan makanan. Pengalaman menikmati sate ini di pinggir jalan dengan aroma arang yang terbakar semakin menambah kenikmatan kuliner ini.

 

Lebih dari Sekadar Makanan

Resep Sate Kere | Endeus.TV

Penyajian Sate Kere / Endeus TV

Sate Kere tidak hanya menyajikan cita rasa lezat, tetapi juga menyimpan cerita panjang tentang perjuangan hidup masyarakat Solo. Dalam setiap tusuk Sate Kere, tersimpan kisah bagaimana rakyat kecil berjuang menghadapi keterbatasan dan ketidakadilan, namun tetap bertahan dan berinovasi. Kuliner ini juga menjadi simbol kebanggaan budaya, bahwa dari keterbatasan sekalipun, kreativitas tetap dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai tinggi.

Bagi masyarakat Solo, Sate Kere adalah bagian dari sejarah, cerminan semangat pantang menyerah, dan representasi kekayaan budaya yang patut dilestarikan. Kini, meskipun masa penjajahan telah lama berlalu, Sate Kere tetap hidup sebagai pengingat masa sulit sekaligus sebagai lambang dari kekuatan rakyat Solo dalam menghadapi kesulitan.

Jika Anda berkunjung ke Solo, jangan lupa untuk mencicipi Sate Kere. Dengan menikmati setiap tusuknya, Anda tidak hanya merasakan kelezatan sate, tetapi juga menyelami sejarah dan jiwa dari Kota Solo.

Baca Juga :

LOKASI