SEJARAH MASJID AGUNG SURAKARTA

Masjid Ageng Surakarta
Masjid Ageng Surakarta / Istimewa


Kota Solo atau Surakarta yang ada di Provinsi Jawa Tengah memiliki satu bangunan keraton atau istana yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan istana kelima Mataram Islam setelah Kotagede, Kerto, Pleret, dan Kartasura. Karena pernah menjadi pusat Kerajaan Mataram Islam, Kota Solo pun memiliki situs sejarah lain selain keraton.

Salah satu situs sejarah yang sampai saat ini bisa dikunjungi, bahkan masih berfungsi seperti sedia kala adalah Masjid Agung Surakarta.

Masjid ini berada di kompleks Keraton Surakarta sebagai satu bagian daricatur gatra tunggal atau konsep tata ruang pusat kerajaan saat itu yang meliputi empat bagian, yakni keraton, masjid, pasar, dan alun-alun.

Sejarah Masjid Agung Surakarta
Sejarah berdirinya Masjid Agung Surakarta, dilansir dari cagarbudaya.kemendikbud.go.id, tidak lepas dari peristiwa perpindahan pusat Kerajaan Mataram Islam dari Kartasura menuju Desa Sala (Solo) pada 17 Februari 1745. Perpindahan pusat kerajaan itu dilakukan pada masa pemerintahan Pakubuwana II dan keraton baru dinamakan Surakarta.

Adapun, rintisan pembangunan Masjid Agung Surakarta juga dilakukan bersamaan dengan pembangunan keraton. Pada masa pemerintahan Pakubuwana III, pembangunan masjid dimulai pada tahun 1757 dan diperkirakan selesai pada tahun 1768. Informasi tersebut diketahui dari prasasti yang ada di dinding luar ruang utama Masjid Agung Surakarta.

Berlanjutnya pembangunan Masjid Agung Surakarta 
Setelah Masjid Agung Surakarta berdiri, pembangunan masih berlanjut. Pada masa pemerintahan Pakubuwana IV, mustaka berbentuk paku bumi ditambahkan di puncak atap masjid. Penggantian tiang juga dilakukan pada tahun 1791. Saat itu, tiang lama berbentuk persegi yang merupakan bawaan dari Masjid Agung Kartasura diganti menjadi tiang baru berbentuk bulat. 

Renovasi kembali dilakukan saat masa Pakubuwana VII (1830-1875), yakni pendirian Pawestren pada 1850, perluasan serambi masjid dengan kolom-kolom bergaya doric. Serambi ini dibangun dengan lantai yang lebih rendah. Selain itu, dibangun juga pagar tembok keliling masjid pada tahun 1858. Sebelumnya pada tahun 1855, mustaka masjid diganti karena tersambar petir.

Kemudian pada masa Pakubuwana X (1893-1939), menara dibangun di halam masjid. Dilakukan pula pembangunan jam matahari untuk mempermudah penentuan waktu shalat. Gapura utama pun diganti menjadi gapura baru bergaya arsitektur Persia pada 1901. Kemudian, kolam air yang dulu difungsikan untuk bersuci diganti dengan bentuk pancuran atau keran.

Kelengkapan masjid
Masjid Agung menempati lahan seluas 19.180 meter persegi yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter. Bangunan Masjid Agung Surakarta merupakan bangunan bergaya tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka (mahkota). Gaya bangunan tradisional Jawa ini adalah khusus untuk bangunan masjid.

Di dalam kompleks Masjid Agung dapat dijumpai berbagai bangunan dengan fungsi kultural khas Jawa-Islam. Juga terdapat maksura, yang merupakan kelengkapan umum bagi masjid kerajaan.

Kawasan Pagar

  • Pagar keliling, dibangun pada masa Sunan Pakubuwana VIII tahun 1858.
  • Gapura, ada tiga pintu masuk, dengan gapura utama berbentuk paduraksa berada di sisi timur menghadap alun-alun dan dua gapura kecil di sisi utara dan selatan. Fungsi Gapura ini adalah sebagai gerbang utama yang mempertemukan kompleks Masjid Agung Surakarta dengan kawasan Alun-alun Keraton Surakarta. Gapura ini bergaya arsitektur Pintu Gerbang Utama Persia hasil perombakan Sultan Pakubuwana X. Pada gapura terdapat 3 pintu, di mana setiap pintu terdapat beberapa simbol. Pada pintu tengah terdapat relief dari kayu yang menggambarkan bumi, bulan, matahari dan bintang dengan mahkota raja di atasnya. Sementara itu pintu pengapit sisi utara dan selatan terdapat panil kayu berhias relief Arab.

             Gapura MAsjid Agung Surakarta

Kawasan Halaman Masjid

  • Pagongan, terdapat di sisi utara dan selatan setelah memasuki gapura utama masjid. Bentuk berupa pendapa dengan ukuran bangunan sama. Fungsinya adalah sebagai tempat gamelan kraton diletakkan dan dimainkan sewaktu perayaan Sekaten (festival memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW).

            Berkas:Masjid agung karaton surakarta pagongan.jpg - Wikipedia bahasa  Indonesia, ensiklopedia bebas

 

 

  • Istal dan garasi kereta untuk raja ketika Salat Jumat dan Gerebeg, diperkirakan dibangun bersamaan dengan dibangunnya Masjid Agung Surakarta.
  • Gedung PGA Negeri, didirikan oleh Sunan Pakubuwana X (1914) dan menjadi milik kraton.
  • Menara adzan, mempunyai corak arsitektur terinsirasi dari Qutub Minar di Delhi, India. Didirikan pada tahun 1928 masa Sunan Pakubuwana XI. Menara Masjid Agung Surakarta berdiri menjulang setinggi 33 m. Dulunya menara difungsikan untuk mengumandangkan azan penanda waktu shalat. Jumlah anak tangga pada menara sejumlah 138 buah dan terbuat dari besi melingkar. Menurut penuturan Abdul Basyid Rohmat, menara ini dibuat lantaran terinspirasi menara masjid di Masjidil Haram.

           Masjid Agung Surakarta Sebagai Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

  • Istiwak, yaitu gnomon (pancang) yang menjadi bagian jam matahari untuk menentukan waktu salat.

           Kisah Jam Istiwak Di Masjid Agung Surakarta - TIK-TOK Watch Repair

  • Gedang Selirang, merupakan bangunan yang dipergunakan untuk para abdi dalem yang mengurusi masjid.

Kawasan Masjid

  • Serambi, mempunyai semacam lorong yang menjorok ke depan (tratag rambat) yang bagian depannya membentuk kuncung.

             Masjid Agung Keraton Surakarta dan Pusat Kegiatan Tradisi Keislaman

  • Ruang Utama, mempunyai empat saka guru dan dua belas saka rawa. Kelengkapan yang ada antara lain adalah mihrab, maksura, dan mimbar sebagai tempat khatib.

             Berkas:Bagian Dalam Masjid Agung Kraton Surakarta.jpg

  • Pawestren sebagai tempat salat untuk wanita dan balai rapat.
  • Tempat berwudhu.

           

 

 

Baca Juga :

LOKASI