SEJARAH MUSEUM PURBAKALA PATIAYAM KUDUS

 Museum Purbakala Patiayam, Kabupaten Kudus, Jateng.
Museum Purbakala Patiayam, Kabupaten Kudus, Jateng. / (Foto: Google Maps/Fatoni Samsudin)


Kota Kudus dikenal masyarakat sebagai kota suci umat beraga ma Islam dengan wisata religinya Sunan Kudus atau Sunan Muria. Selain itu kota Kudus juga disebut sebagai Kota Kretek, karena Kudus merupakan penghasil rokok terbesar di Jawa Tengah. 

Namun Ternyata tidak hanya 2 kelebihan tersebut yang bisa kamu ketahui tentang Kota Kudus. Kota ini mempunyai peninggalan purbakala, yaitu Situs Patiayam.

Situs Purbakala Patiayam adalah situs purba di Pegunungan Patiayam, Dukuh Kancilan, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Sekitar 1.500 fosil ditemukan di Patiayam dan kini disimpan di rumah-rumah penduduk. Situs Patiayam merupakan bagian dari Gunung Muria, di tempat ini juga terdapat makam dan Masjid Sunan Muria. Luasnya 2.902,2 ha meliputi wilayah Kudus dan beberapa kecamatan di Pati. 

Sejarah Penemuan Situs Patiayam
Dilansir dari Kemdikbud.go.id, fosil-fosil di Patiayam pada awalnya ditemukan oleh seorang naturalis asal Jerman bernama Frans Wilhelm Junghuhn dan seorang pelukis sekaligus intelektual Jawa bernama Raden Saleh. Mereka menemukan fosil-fosil di Pegunungan Patiayam dan Pegunungan Kendeng pada tahun 1857.

Namun penemuan benda purba berupa tulang-tulang berukuran besar itu masih belum dapat dipahami masyarakat pada saat itu. Oleh karena itu, mereka menamakan fosil-fosil itu “balung buto”.

Pada masa selanjutnya, penemuan dan penelitian menghadapi berbagai kendala. Selain karena faktor medan yang sulit, hambatan lain yang dihadapi para peneliti pada waktu itu adalah persaingan dengan penduduk setempat yang menjual fosil-fosil itu kepada pedagang Cina. Waktu itu para tabib Cina menggunakan bubuk yang terbuat dari fosil tulang untuk dijadikan obat.

Oleh karena itu, salah satu pengumpul fosil asal Belanda, Kopral Anthonie de Winter meminta kepada penguasa setempat untuk melarang penduduk mengambil fosil-fosil itu. Walau peraturan sudah keluar, para penduduk tetap mengambil fosil-fosil itu secara sembunyi-sembunyi.

Setelah lama hilang dari peredaran, pada tahun 2005 nama “Patiayam” kembali muncul ke permukaan setelah sebuah koran di Jawa Tengah mengungkapkan tentang adanya temuan fosil gading gajah di tempat itu yang dibawa ke Bandung. Fosil gading gajah itu membuat Situs Patiayam menjadi terkenal dan dijadikan cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah.

Sejak ramainya berita itu, penelitian di Situs Patiayam kembali dilakukan secara intensif. Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, ternyata di tempat itu banyak ditemukan fosil-fosil binatang purba di antaranya monyet, banteng, sapi, kerbau, gajah purba, gajah asia, kuda air, badak, babi, serigala, harimau, buaya, penyu, kura-kura, ikan hiu, dan dugong.

Fosil Gajah Purba Ditemukan di Situs Patiayam

Tak hanya penemuan binatang dan manusia purba, di Situs Patiayam juga ditemukan jejak-jejak kebudayaan masa lampau. Penemuan itu pertama kali dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2007.

Beberapa jejak-jejak budaya yang ditemukan antara lain perkakas batu, kapak genggam, serut, dan kapak perimbas yang terbuat dari gamping kersikan. Dari situlah dapat disimpulkan bahwa di zaman dulu, manusia purba yang tinggal di Patiayam bermata pencaharian sebagai pemburu binatang.

Situs purba Patiayam memiliki persamaan dengan situs purba Sangiran, Trinil, Mojokerto, dan Nganjuk. Keunggulan komparatif situs Patiayam adalah fosilnya yang utuh dikarenakan peimbunan adalah abu vulkanik halus dan pembentukan fosil berlangsung baik. Di sekitarannya tidak terdapat sungai besar sehingga fosil ini tidak pindah lokasi karena erosi. Keadaan ini berbeda dengan situs purbakala lainnya dimana fosil ditemukan pada endapan kotoran hewan.

Kemegahan Situs Patiayam dan segala peninggalannya dinilai layak untuk diabadikan dalam sebuah karya seni. Pada Oktober 2019, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus mencoba membuat batik tulis bermotif hewan purba agar Patiayam semakin terkenal.

Ada tiga motif batik yang dikembangkan, yaitu motif 9 purba, gajah pinus, dan gading gajah. Bahan yang digunakan dalam pembuatan batik itu adalah kain dari serat kayu alami dan pewarna alami. 

Sejak 22 September 2005 situs Patiayam ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Sebelumnya situs ini sudah lama dikenal sebagai salah satu situs manusia purba (hominid) di Indonesia. Sejumlah fosil binatang purba ditemukan penduduk setempat seperti kerbau, gajah, dan tulang lain. Fosil gading gajah purba Stegodon trigonocephalus merupakan primadona Patiayam.

Rangkaian penelitian telah dilakukan di situs ini, mulai dari tahun 1931 saat peneliti asal Belanda Van Es menemukan sembilan jenis fosil hewan vertebrata. Berikutnya hingga tahun 2007 berbagai penelitian dilakukan dan ditemukan 17 spesies hewan vertebrata dan tulang belulang binatang purba antara lain: 
     • Stegodon trigonochepalus (gajah purba), 
     • Elephas sp (sejenis Gajah), 
     • Rhinocecos sondaicus (badak), 
     • Bos banteng (sejenis banteng), 
     • Crocodilus, sp (buaya), 
     • Ceruus zwaani dan Cervus atau Ydekkeri martim (sejenis Rusa) Corvidae (Rusa), 
     • Chelonidae (Kura-Kura), 
     • Suidae (Babi Hutan), 
     • Tridacna (Kerang laut), 
     • Hipopotamidae (Kudanil). 

Lokasi
Situs Purbakala Patiayam terletak di Pegunungan Patiayam, Dukuh Kancilan, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Tepatnya lokasi ini berada sekitar ± 500 m dari Jalan Raya Kudus-Pati dan ditandai dengan gapura yang berbentuk gading gajah.

 

 

Baca Juga :

LOKASI