Di jantung kota Solo, tersembunyi sebuah warung sederhana yang memendam warisan rasa dan sejarah panjang: Soto Triwindu.
Terletak tak jauh dari Pasar Antik Triwindu, warung ini telah berdiri sejak tahun 1939, menjadikannya salah satu penjaga tradisi kuliner tertua di kota budaya ini.
Meski tampil bersahaja, warung ini tak pernah sepi. Di pagi hari, aroma kaldu yang menguar dari dalam warung cukup membuat siapa pun yang melintas berhenti dan menoleh.
Dari luar, Soto Triwindu mungkin tidak mencolok. Tidak ada neon besar, tidak ada dekorasi Instagramable, hanya meja panjang, kursi kayu, dan etalase kaca penuh lauk-pauk.
Namun, begitu melangkah masuk, pengunjung akan disambut oleh suasana akrab dan hangat.
Di balik kepulan uap, para penjual sibuk meracik semangkuk soto yang sudah dicintai oleh berbagai generasi, mulai dari masyarakat lokal hingga tokoh-tokoh nasional seperti Presiden Joko Widodo yang kerap disebut pernah mampir di sini.
Ciri khas Soto Triwindu terletak pada kuahnya yang bening namun sangat gurih dan dalam. Tidak berminyak, tidak kental, tapi setiap sendok kuah menghadirkan rasa kaldu sapi yang jernih, kuat, dan meresap.
bobobox
Tidak heran, karena kuah ini direbus dari daging dan tulang sapi asli selama berjam-jam, ditambah rempah-rempah lokal seperti jahe, lengkuas, daun salam, dan serai.
Proses memasaknya menggunakan arang cara tradisional yang kini sudah jarang ditemukan.
Isian soto disajikan sederhana namun memikat: nasi putih hangat, tauge segar, irisan daun seledri, bawang goreng, serta potongan daging sapi yang empuk.
Namun keistimewaan lain dari Soto Triwindu terletak di deretan lauk tambahan yang menggoda iman: empal goreng, paru, lidah, iso, babat, otak, kikil, hingga aneka gorengan seperti tempe, bakwan, perkedel, lentho, dan sosis Solo. Semua lauk dipajang di etalase kaca, siap dipilih dan dinikmati sesuai selera masing-masing.
Yang membuat pengalaman makan di sini semakin berkesan adalah kesederhanaan tempat dan keramahan suasana.
Pengunjung duduk bersebelahan tanpa sekat, menyantap sarapan atau makan siang sambil berbagi cerita atau sekadar menikmati hiruk-pikuk pasar.
Tak ada musik keras, tak ada pendingin ruangan mewah. Hanya desau angin pagi, tawa pengunjung, dan suara piring-piring beradu dengan sendok citra keseharian yang justru membuatnya istimewa.
Untuk menikmati kelezatan ini, kamu hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp16.000–18.000 untuk semangkuk soto, dan menambah beberapa ribu rupiah jika ingin lauk tambahan.
Harga yang sangat bersahabat, terlebih jika dibandingkan dengan rasa dan pengalaman yang kamu dapatkan.
Meski telah eksis lebih dari delapan dekade, Soto Triwindu tetap konsisten mempertahankan rasa dan metode penyajian tradisionalnya.
Tidak membuka cabang, tidak mencoba menjadi waralaba. Semua tetap dijaga oleh generasi penerusnya agar warung ini tetap menjadi tempat kembali bagi siapa pun yang ingin mengenang masa lalu atau sekadar merasakan kehangatan dari sepiring soto khas Solo.
Jika kamu datang ke Solo dan bertanya kepada warga lokal soal kuliner legendaris yang harus dicoba, hampir pasti nama Soto Triwindu akan disebut.
Dan begitu kamu mencicipinya, kamu akan mengerti kenapa tempat ini bukan hanya menjual makanan, tetapi juga menyajikan kenangan.
Baca Juga :