Kota Semarang yang sekarang berbeda dengan masa sepuluh tahun lalu. Terlihat wajah kota dengan polesan yang lebih menarik, bagi warga kota maupun wisatawan. Infratruktur kota terus diperbaiki.
Sinisme terhadap kondisi Kota Semarang, yang kerap kali banjir rob, khususnya di wilayah utara kota, perlahan disingkirkan. Bila kita kilas balik, adanya proyek pengendalian banjir berskala besar yaitu pembangunan Waduk Jatibarang 2010- 2014 serta proyek normalisasi Banjirkanal Barat dan Kali Garang serta drainase perkotaan 2009-2013.
Proyek tersebut telah membuat banjir dan rob, khususnya di Semarang Utara, tertangani. Hasilnya, kawasan Kota lama, yang termasuk turut dalam pembenahan, melengkapi keberadaan Polder Tawang, yang dibangun sebelumnya.
Waktu bergulir, kini kawasan kota yang dibangun Belanda itu menjadi primadona wisata. Bangunan-bangunan tua yang semula mangkrak, kini bergeliat menjadi kafe hingga kedai kopi, dengan omamen memanjakan mata, ramal pengunjung setiap saat. Memang belum 100% bangunan kembali hidup, seperti halnya kejayaannnya di era abad 19-20. Namun, pemerintah hingga kini terus mengupayakan investor untuk masuk.
Pemerintah, dengan Injourney, holding BUMN- nya melirik kawasan ini untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata. Bangunan tua yang pemiliknya didominasi BUMN ini didorong untuk bisa diaktifkan dengan fungsi yang sesuai zaman.
Popularitas Kota Lama kian menanjak. Bahkan keberadaannya sebagai destinasi yang paling banyak dikunjungi wisatawan di Jawa Tengah, men- gungguli Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Label Semarang sebagai kota industri dan perdagangan disematkan pada profil Ibukota Provinsi Jawa Tengah ini. Kebutuhan masyarakat kota dipenuhi dengan kian bertambahnya pusat-pusat belanja modern, beiringan dengan gaya hidup kekinian. Mudah terlihat bagaimana mal, juga hotel, restoran, hingga gedung perkantoran vertikal bertebaran di berbagai sudut kota.
Mengenai hal ini, seringkali Kota Semarang jadi bahan per- bandingan mengenai standar kemajuan kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. Dari sini yang perlu dicatat adalah kota ini stagnan, alias masih terus bertumbuh. Karenanya perlu kepercayaan diri "menjual" daya pikat wisata Kota Semarang.
Semarang harus bisa mengembangkan jati dirinya sen- diri dengan potensi yang dimiliki. Wisata bukan sekadar objek destinasi, melainkan juga kreativitas menciptakan magnet kerumunan orang untuk datang.
Bila kita menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "wisata" diartikan sebagai perjalanan atau pergi ke suatu tempat untuk bersenang-senang, maka segala hal aktivitas kita keluar rumah dengan rasa senang, maka bisa saja kita menyebut berwisata. Tak heran bila orang seka- rang menyebut wisata kuliner, staycation, healing, aktivitas gowes, hingga walking around, untuk melepas penat.
Tingginya minat orang untuk melepas penat inilah peluang untuk bisa menangkapnya dengan membuat daya tarik wisata. Jadi selain destinasi objek wisata, yang perlu dikembangkan membuat program kegiatan yang berkesinambungan.
Kota Lama, hanyalah satu potensi yang dimiliki. Masih beragam potensi lainnya yang merupakan kekhasan lokal Semarang dan layak untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata.
Baca Juga :